

Salafi: “I examine the positions of the Imams and their evidences for them, and then take the closest of them to the evidence of the Qur’an and Sunna.”īuti: “You have five thousand Syrian pounds that you have saved for six months. Buti asked him:īuti: “What is your method for understanding the rulings of Allah? Do you take them from the Qur’an and sunna, or from the Imams of ijtihad?” I will close this answer by translating a conversation that took place in Damascus between Shari‘a professor Muhammad Sa‘id al-Buti, and a Salafi teacher. Nah, ini tak lain sebagai (bukti nyata) kelenturan (beribadah dengan mudah) dalam (implementasi) syariat islam.ĭebate Between Muhammad Sa’id al-Buti and a Leading Salafi Teacher ©Translated by Nuh Ha Mim Keller 1995 Sabdanya SAW “ kemudian mengikutinya” paling afdal (menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Daud az-Zahiri) agar berpuasa enam hari secara serentak (etisnya) setelah usai perayaan hari pertama idul fitri (bisa memulai puasa dari tanggal 2 hingga 7 Syawal), karena berpuasa pada hari-hari setelah id perdana tidak terlalu membebani fisik (tergantung situasi-kondisi antar individual maupun komunal), adapun berpuasa secara acak dengan memisah-misah maupun menunda-nunda puasa enam hari hingga ambang batas bulan Syawal tetap memperoleh keutamaan penyebab utamanya telah mengamalkan puasa yang enam pada bulan Syawal dengan benar, sebagai dalil penguat untuk yang sreg dengan cara memisah-misah maupun menunda-nunda puasa di bulan Syawal masih terurai sesuai dalam bunyi konteks hadis “ kemudian mengikutinya”.

Jadi, jika huriah dari belenggu salah kaprah yang telah diwanti-wanti semisal hal diatas (penyetaraan bobot puasa Syawal dengan puasa Ramadan), maka hukum puasa Syawal yang enam termasuk saum istihbab (puasa yang digemari), pernyataan generasi salaf seperti Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf & Imam Malik sebagai penjelasan secara umum (baca bukan melarang puasa enam hari pada Syawal), masih menurut Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf & Imam Malik seyogianya hari raya idul fitri dijadikan sebagai momentum untuk berbuka, hari id (eloknya) sebagai pemisah antara puasa wajib Ramadan dengan puasa sunah Syawal. mereka (generasi salaf) mengkhawatirkan (ihwal keterjerumusan dalam perkara) bidah: (maksud dari bidah tersebut berupa) puasa Syawal menyetarai kualitas puasa Ramadan (biasanya) salah persepsi ini lumrah terjadi pada kaum pandir (tentang syariat islam) dan oknum penyinyir (terhadap syariat islam)” Pihak para alim & pakar fikih seorangpun belum ada yang berpandangan tentang puasa (enam hari Syawal). Generasi salaf seperti Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dari mazhab Hanafi & Imam Malik berpendapat bahwa puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya makruh, termaktub dalam al-Muwwatha milik Imam Malik: “. Pendapat ini merupakan versi mayoritas ulama.
